Jumat, 16 September 2016

Jangan Biarkan Kesepian

image
Dari sebuah konsultasi dengan Datok Zulfan Anhar di Medan – 2016, ada salah satu contoh dari buah kesepian itu.
Seorang pria usia 22 tahun, saya sebut saja namanya Prasitio. Ia anak tunggal dari orangtua yang bercerai, dan Prasitio tinggal dengan kerabatnya setelah perceraian orangtuanya itu. Kedua orangtuanya masing-masing telah menikah lagi, dan menetap di kota yang berbeda.
Secara kehidupan biasa, Prasitio mampu mencari nafkah dari usia sekolah hingga usia saat ini, bahkan masih tercatat sebagai mahasiswa di Medan.
Di usia pancaroba, ia sangat kesepian. Tanpa sosok orangtua yang memberi teladan, tanpa ada ruang komunitas positif seusianya.
Prasitio berkenalan dengan seorang teman di tempatnya bekerja paruh waktu. Seorang pria yang tidak jauh jarak usia, saya sebut saja namanya Wira.
Dengan Wira, Prasitio menemukan ‘obat’ kesepian. Hingga ia merasa sangat dekat dan hatinya terpaut. Pria yang ia kenal ini bukan produk kesepian, namun Wira adalah seorang yang agaknya berorientasi seks sejenis. Kehadiran Prasitio mampu jadi ‘obat’ pula untuk hasrat seksnya.
Pertemuanpun sering terjadi, walau saat ini Wira sudah di kota lain, Prasitio selalu juga mengunjungi Wira. Meski obat kerinduan itu sudah berubah menjadi pergaulan seks dan hasrat rasa sepihak.
Beberapa tahun ini, Prasetio juga berkenalan dengan seorang lelaki, saya sebut saja namanya Dimas.
Dimas bukan penyuka seks sejenis. Namun ia adalah anak daerah yang ingin kelihatan ‘gaul’. Disini Dimas berkenalan dengan Prasitio.
Prasitio menjadikan Dimas sebagai Obat Kesepian nan baru. Cuma memori seks sejenisnya, membuat Prasitio menanam ‘hasrat rasa’ dengan Dimas.
Sejujurnya Dimas tahu bahwa Prasitio ‘bermain perasaan’ dalam perkawanan itu. Ia mengatur ritme perkawanan dengan Prasitio, karena ia risih dengan itu, namun tetap menjaga perasaan sang teman.
Prasitio semakin galau saat kesepiannya telah bergeser pada hasrat seks kepada orang yang tidak membutuhkan itu.
Wira jauh, dan tidak menaruh hati padanya. Dimas menjaga jarak karena risih pada pola perkawanan yang dibangun Prasitio.
Dan Prasitio semakin kesepian karena telah tergiring pada orientasi berbeda, dimana ia memiliki memori terhadap sesuatu apa yang bisa membuat dirinya lepas dari suasana tekanan kesepian. Prasitio pun kini semakin sakit, karena nalar kejiwaannya telah bermasalah. Kesepian membuatnya kehilangan mata hati.
image
Kesepian dan kesendirian tidaklah sama.
Kesepian merupakan suatu keadaan jiwa yang merasa hampa, dan tidak mendapatkan kepuasan dalam hubungan sosialnya.
Sedangkan Kesendirian merupakan keadaan terpisah dari orang lain yang bersifat objektif. Kesendirian bisa bersifat menyenangkan dan tidak menyenangkan.
Menurut Robert Weiss (1973), ada
Kesepian Emosional, Sosial, dan Usia.
Kesepian Emosional yaitu timbul dari ketiadaan figur kasih sayang yang intim.
Ada pula Kesepian sosial yang terjadi bila orang kehilangan rasa terintegrasi dalam suatu komunikasi yang bisa diberikan oleh sekumpulan kawan atau rekan seide.
Kesepian berkaitan dengan usia yg berhulu pada strereotipe yang populer menggambarkan usia sebagai masa kesepian besar.
Dalam suatu penelitian (Parlee,1979), 79% yang berusia di bawah 18th mengatakan bahwa mereka kadang-kadang atau seringkali merasa kesepian, dibanding hanya 53% yang berusia 45 sampai 54th, dan 37% yang berusia 55th keatas
image
Menurut M Muhar Omtatok (2001), otak akan bereaksi terhadap perasaan kesepian, yang menyebabkan efek buruk bagi kesehatan dan kejiwaan.
Memang manakala kita merasa kesepian, otak kita akan waspada begitu pula tubuh kita. Hal ini menyebabkan tingkat hormon kortisol meningkat di pagi hari, karena kita mengantisipasi hari itu sebagai hari yang penuh tekanan lagi.
Kita mengalami produksi hormon kortisol yang rata di sepanjang hari, utamanya mencapai puncak di pagi hingga siang hari. Setidaknya demikian sebuah penelitian.
Dari penelitian bahwa tubuh yang masih memproduksi kortisol di malam hari akan menyebabkan tidur malam sering diselingi bangun tiba-tiba. Karenanya kesepian mengubah ekspresi gen atau ekspresi apa yang gen tunjukan atau tidak, membantu tubuh waspada akan serangan.
Namun, hal ini juga meningkatkan stress dan penuaan pada tubuh.
M Muhar Omtatok juga menyebutkan bahwa, “Orang yang terbiasa pada kesepian itu akan mudah pikum terutama di hari tuanya. Juga akan memunculkan sensitifitas tidak lazim dalam menyikapi dinamika sosial. Meraka akan gampang terbawa bujuk rayu hampa, atau malah sebaliknya menaruh kecurigaan yang berlebih.
Remaja yang kesepian, bisa tergiring pada orientasi dimana ia memiliki memori terhadap sesuatu apa yang bisa membuat dirinya lepas dari suasana tekanan kesepian itu.
Jika memori itu berpotensi menyimpang, maka menyimpang pula orientasinya”.
Kedekatan pada Tuhan secara ikhlas, adalah cara terindah agar tidak ada lagi kesepian pada jiwa.
image

Tidak ada komentar:

Posting Komentar